AKTUALISASI KONSEP "WELFARE STATE" DALAM KONSTITUSI INDONESIA
Konstitusi dalam Stufenbau Theory tentang hierarki perundang-undangan menetapkan bahwa konstitusi terletak sebagai Grand Norm atau norma dasar. Perlu diketahui demikian, sebagai implementasi dari teori tersebut, Indonesia menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusinya melalui sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Jika kita menilik lebih dalam Batang Tubuh UUD 1945, kita akan menemukan istilah Welfare State dalam UUD 1945 itu sendiri. Sebelumnya, apakah Welfare State itu? Pengertian Welfare State Menurut Prof. Mr. R. Kranenburg sebagai Penggagas Teori Negara Kesejahteraan, mengungkapkan “bahwa Negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat.” Dalam Encyclopedia Americana disebutkan bahwa welfare state adalah “a form of government in which the state assumes the responsibility for minimum standards of living for every person” atau sebuah bentuk pemerintah dimana negara diasumsikan bertanggungjawab untuk setiap minimal standar hidup untuk setiap rakyat. Maka hakikatnya negara kesejahteraan atau welfare state adalah kehadiran negara diperuntukkan demi kesejahteraan rakyat dan rakyat pun mengharapkan demikian untuk disejahterakan oleh negaranya. Konsep welfare state ditujukan untuk pemenuhan dasar rakyat sebuah negara atau dengan kata lain pemerataan kesenjangan di sebuah negara. Lantas, adakah elemen atau pilar kenegaraan yang dapat mengkategorikan sebuah negara sebagai Negara Kesejahteraan atau welfare state. Pilar Welfare State Ada lima pilar sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara kesejahteraan
Dari lima pilar diatas, Indonesia adalah negara yang sesuai dengan teori negara kesejahteraan atau welfare state. Mari kita lihat relasi antar lima pilar diatas dengan apa yang terjadi di Indonesia khususnya yang diatur dalam konstitusi. Korelasi antar Konsep Welfare State dan Konstitusi Indonesia Untuk mengkaitkan sebuah negara dapat dikategorikan sebagai negara demokrasi maka akan menimbulkan berbagai spekulasi tentunya. Apakah kita dapat mengatakan sebuah negara otoriter sebagai negara yang demokrasi? Bisa iya atau tidak tentunya. Nyatanya, hakikatt nilai demokrasi itu tidak bisa dikaitkan kepada sebuah rezim pemerintah tertentu. Nilai demokrasi itu murni muncul sesuai penilaian rakyat terhadap berjalannya sebuah sistem kenegaraan. Lebih detailnya, kita tahu bahwa Korea Utara adalah sebuah negara otoriter dengan kepemimpinan tunggal yang dikuasai oleh Keluarga Kim. Namun, patutkah kita mengatakan bahwa Korea Utara sebagai negara yang tidak demokratis? Tentunya tidak! Sebab nilai demokrasi tersebut akan dikembalikan kepada rakyat Korea Utara itu sendiri. Jika kita merujuk kepada definisi demokrasi menurut Hans Kelsen, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka yang akan timbul menjadi pertanyaan ialah apakah parameter sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara demokrasi? Terdapat berbagai macam pendapat tokoh mengenai parameter atau unsur-unsur negara demokrasi. Menurut Tokoh Reformasi, Amien Rais, parameter negara demokrasi adalah sebagai berikut:
Selain Amien Rais yang mengemukakan terkait parameter negara demokrasi. Menurut Inu Kencana, ada beberapa parameter negara dapat diklasifikasikan sebagai negara demokrasi, yaitu:
Dari berbagai pendapat tokoh diatas, jika kita membuka dan membaca pasal demi pasal yang terkandung dalam konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945 dapat disimpulkan bahwa secara terang Indonesia dapat dikategorikan sebagai negara demokrasi. Tentunya, hal ini erat kaitannya dengan aturan yang tertera di dalam UUD 1945. Jika kita menyesuaikan dengan definisi negara demokrasi dari Hans Kelsen dengan apa yang tertulis pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen, maka yang memegang kekuasaan tertinggi negara Indonesia tidak lain adalah rakyat. Selanjutnya, masih seputar Pasal 1 UUD 1945, di dalam ayat (3) Pasal tersebut disebutkan bahwa, Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini tentunya akan sesuai dengan pilar kedua negara kesejahteraan yaitu Penegakan Hukum atau Rule of Law. Perlu untuk ditegaskan ialah Indonesia sebagai negara hukum bermakna, bahwa segala aspek yang terkandung dalam kehidupan kenegaraan harus patuh dan tunduk pada hukum yang berlaku. Sebagai implementasi dari penegakan hukum diatas, maka untuk mewujudkan hal ini, diperlukan keseimbangan dalam pelaksanaan fungsi perundang-undangan tanpa mengabaikan yurisprudensi yang ada. Salah satu alasan mengapa UUD 1945 diamandemen menurut Prof. Bagir Manan ialah alasan teoritis. Tidak bertemunya antara permintaan masyarakat dengan perkembangan zaman yang ada. Maksudnya, apa yang terjadi di lapangan sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan yang berlaku. Konkretnya, di dalam UUD 1945 sebelum amandemen belum adanya ketentuan mengenai perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang selanjutnya diatur melalui Perubahan Kedua atas UUD 1945. Hasilnya dapat dilihat dari Pasal 28A hingga 28J tentang Hak Asasi Manusia. Di dalam salah satu pasal tentang Hak Asasi Manusia (HAM), lebih tepatnya di dalam Pasal 28I ayat (2) menjelaskan bagaimana setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif. Ketentuan ini sebagai landasan bahwa konstitusi Indonesia sendiri telah melakukan upaya perlindungan terhadap tindakan diskriminatif. Dengan kata lain, konstitusi Indonesia adalah anti diskriminasi. Terakhir, berkaitan dengan pilar terakhir negara kesejahteraan yaitu keadilan sosial. Bahwa Indonesia dengan Pancasilanya sendiri menjadikan nilai keadilan sosial sebagai salah satu pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu kekuatan Pancasila disini ialah mengikat ke setiap rakyat Indonesia. Karena Pancasila sebagai Philisophiscegrondslag atau Dasar Filosofi Negara. Selain itu, frasa keadilan sosial itu tentunya memiliki substansi yang sangat luas. Maka, secara garis besar apa yang telah diatur didalam UUD 1945 memuat komposisi keadilan sosial yang dimaksud pada Aline keempat Pembukaan UUD 1945. Mudahnya, konsep welfare state ini dapat dipersempit dengan menggunakan pilar terakhir yaitu keadilan sosial. Tujuan penting adanya pilar terakhir ini adalah untuk memutuskan kesenjangan yang terjadi di masyarakat sehingga terdapat pemerataan secara menyeluruh. Melihat apa yang telah termaktub dalam Pancasila sebagai ideologi negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Maka, kita akan menemukan konsep welfare state yang telah disusun oleh The Founding Fathers Indonesia. Namun, realitanya konsep yang dihadirkan melalui Pancasila dan UUD 1945 belum seutuhnya diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini. Apalagi dilihat dari substansi salah satu pasal di dalam UUD 1945, yaitu Pasal 18, 18A, dan 18B. Seharusnya, pemerintah daerah dapat mengusahakan setiap daerah melalui otonomi daerahnya untuk mengembangkan potensi daerah sehingga terwujudnya gerakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan tidak hanya didelegasikan kepada Pemerintah pusat semata, namun perlu adanya sokongan yang kuat dari bahwa untuk sama-sama mewujudkan hal tersebut. Hal ini juga dipertegas lagi di dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan negara Indonesia, yaitu memajukan kesejahteraan umum. Konsep welfare state ini tidak hanya diatur melalui konstitusi namun sebagai salah satu tujuan negara Indonesia berdiri yang harus dicapai sejak diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 silam. Kekuatan yang terkandung dalam hal memajukan kesejahteraan umum bersifat abstrak. Sehingga dimaksudkan agar setiap warga negara memiliki beban dan tujuan yang sama yaitu mewujudkan kesejahteraan melalui program untuk memaksimalkan potensi-potensi dan meminimalisir kesenjangan, baik kesenjangan sosial maupun kesenjangan ekonomi yang meliputi standar dalam kehidupan. |
Comments
Post a Comment